berikut ini adalah macam macam nikmat allah kecuali
Secaragaris besar nikmat Allah SWT dapat dikelompokkan menjadi tujuh macam diantaranya sebagai berikut ; 1. Nikmat fitrah, karena kita diciptakan Allah SWT sebagai makhluk yang paling indah dan mulia dibanding dengan makhluk lainya. 2. Nikmat rohaniah, kita diberi akal untuk berfikir 3.
KunciJawabannya adalah: D. Gendang. Dilansir dari Ensiklopedia, Berikut ini adalah macam-macam bunyi pantul, kecualiberikut ini adalah macam-macam bunyi pantul, kecuali Gendang.
Kenikmatan yang Allah berikan kepada kita sangatlah banyak, tak bisa terhitung berapa nikmat yang sang Pencipta tersebut di dalam kehidupan adalah suatu kewajiban untuk kita mensyukuri kenikmatan tersebut agar jiwa kita menjadi tenang dan hidup kita akan menjadi banyak cara untuk kita mensyukuri nikmat Allah. Contoh kecilnya adalah saat diberikan kenikmatan harta, maka kita segera bersedekah kepada orang-orang yang kita diberi kesehatan, kita mensyukurinya dengan menjaga agar tubuh tetap sehat dan dari hal-hal yang merugikan tiga macam nikmat yang pantas untuk kita syukuri sebagai Nikmat yang terletak pada diri kita pribadiSang Pencipta memberikan kita mata dan telinga, tangan, dan kaki serta anggota tubuh lainnya. Kita mensyukurinya dengan menggunakan semuanya untuk boleh bagi kita untuk sombong seandainya diberikan wajah yang rupawan maupun cantik. Mata juga dipakai untuk melihat yang baik, telinga hanya mendengarkan yang kita gunakan untuk menuju ketaatan dan itulah sebaik-baik rasa syukur kita terhadap nikmat tersebut karena jika kita menggunakan semua anggota tubuh untuk hal yang sia-sia, maka hati kita tidak tenang, hidup kita akan kacau dan pastinya akan sang Pencipta pasti akan Nikmat yang Diperoleh dari Usaha SendiriNikmat ini berupa harta yang banyak, jabatan, pangkat yang sekarang kita emban, ilmu yang banyak, mobil, rumah dan lain sebagian dari semua apa yang kita usahakan tersebut cara mensyukurinya adalah dengan bersedekah kepada orang-orang yang tidak mampu, anak yatim, maupun sedekah, Allah akan membalas dengan melipatgandakan dari apa yang telah kita sedekahkan. Sudah banyak orang yang merasakan manfaat sedekah dan ganjaran yang diberikan oleh sang Pencipta pun sangatlah semua yang kita hasilkan dari usaha kita untuk jalan kebaikan dan jangan pernah kita salah gunakan. Semua hanya titipan dan akan dipertanggung jawabkan di Nikmat yang Ada di Alam SekitarAllah memberikan kita air, tanah, udara yang segar kepada kita agar kita bisa selalu mengambil manfaat dari semua mensyukuri nikmat ini adalah dengan menjaga kebersihan, menjaga kelestarian hutan maupun kebun. Iya, menggunakan semuanya untuk hal yang bermanfaat dan memikirkan tentang kebesaran sang Pencipta atas penciptaan langit, bumi, dan seisinya bahwa semuanya diciptakan tidaklah sepantasnya untuk kita selalu mensyukuri nikmat yang Allah berikan dan menjaga nikmat tersebut karena suatu saat akan dikembalikan dengan pembahasan singkat ini, kita bisa memahami tentang segala sesuatu memang harus kita bersyukur, maka nikmat itu akan ditambah, sementara hidup kita akan menjadi tenang dan berkah dikarenakan rasa syukur kita beruntunglah orang-orang yang bersyukur!
Berikutpenjelasannya lebih rinci. 1. Nikmat Kecil (Foto: harianmomentum.com) Satu hal yang paling kita inginkan dan paling dicintai di dunia ini, yaitu uang, termasuk dalam nikmat kecil. Aneh rasanya bila umat Muslim banyak yang menggadaikan akidahnya dan meninggalkan kewajiban beribadah hanya demi uang, hanya demi mendapatkan nikmat kecil, dan rela menukarnya dengan kenikmatan di Surga kelak. 2. Nikat Besar (Foto: healthstatus.com) Apakah angin, air, dan panas bukan nikmat besar dari Allah?
Mungkin ada sebagian di antara kita yang berangan-angan agar besok dapat hidup mewah dan berkecukupan. Memiliki mobil dan rumah mewah serta uang yang banyak sehingga dapat membeli apa saja yang kita inginkan. Kita pun menyangka bahwa kenikmatan itulah yang akan membuat hidup kita senang dan bahagia. Akan tetapi, benarkah demikian? Sama sekali tidak. Bahkan banyak di antara orang-orang kaya yang merasa hidupnya tidak bahagia. Hatinya merasa sempit, tidak tenang, tenteram, dan damai. Lalu apakah nikmat Allah yang hakiki itu, yang akan membuat hidup kita ini bahagia? Nikmat Allah yang HakikiIbnul Qayyim rahimahullah berkata,”Nikmat itu ada dua, nikmat muthlaqoh mutlak dan nikmat muqoyyadah nisbi. Nikmat muthlaqoh adalah nikmat yang mengantarkan kepada kebahagiaan yang abadi, yaitu nikmat Islam dan Sunnah. Nikmat inilah yang diperintahkan oleh Allah kepada kita untuk memintanya dalam doa kita, agar Allah menunjukkan kepada kita jalan orang-orang yang Allah karuniakan nikmat itu padanya.” [1] Dari keterangan singkat Ibnul Qayyim rahimahullah di atas, maka jelaslah bagi kita tentang, ”Apakah nikmat Allah yang hakiki itu?”. Nikmat Allah yang hakiki itu tidak lain dan tidak bukan adalah ketika Allah Ta’ala memberikan hidayah kepada kita sehingga kita dapat mengenal Islam dan Sunnah serta mengamalkannya. Kita dapat mengenal tauhid, kemudian mengamalkannya dan dapat membedakan dari lawannya, yaitu syirik, untuk menjauhinya. Kita dapat mengenal dan mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu alahi wa sallam, dan dapat membedakan dan menjauhi lawannya, yaitu bid’ah. Kita pun dapat mengenal dan membedakan, mana yang termasuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, dan manakah yang maksiat? Nikmat ini hanya Allah Ta’ala berikan khusus kepada hamba-hamba-Nya yang dicintai-Nya. Dengan nikmat inilah kita dapat meraih surga beserta segala kemewahan di dalamnya. Oleh karena itu, ketika shalat kita selalu berdoa, اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ”Tunjukilah kami jalan yang lurus. Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka” QS. Al Fatihah [1] 6-7. Bersyukur atas Nikmat Ilmu dan Amal ShalihAllah Ta’ala telah memerintahkan kita untuk bergembira dan berbahagia dengan karunia dan rahmat-Nya yang telah Dia berikan kepada manusia, berupa ilmu dan amal shalih. Allah juga mengabarkan bahwa keduanya itu lebih baik dari apa yang telah kita kumpulkan di dunia ini. Allah Ta’ala berfirman, قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ ”Katakanlah,’Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan’”. QS. Yunus [10] 58 Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “karunia Allah” dalam ayat di atas adalah Al Qur’an, yang merupakan nikmat dan karunia Allah yang paling besar serta keutamaan yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Sedangkan yang dimaksud dengan “rahmat-Nya” adalah agama dan keimanan. Dan keduanya itu lebih baik dari apa yang kita kumpulkan berupa perhiasan dunia dan kenikmatannya. [2] Di dalam Tafsir Jalalain disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “karunia Allah” adalah Islam, sedangkan yang dimaksud dengan “rahmat-Nya” adalah Al-Qur’an. [3] Al-Qur’an dan iman Islam ini tidak lain dan tidak bukan adalah ilmu yang bermanfaat dan amal shalih. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,”Iman dan Al Qur’an, keduanya adalah ilmu yang bermanfaat dan amal shalih. Keduanya adalah petunjuk dan agama yang benar serta ilmu dan amal yang paling utama.” [4] Ilmu dan amal shalih inilah yang merupakan sumber kebahagiaan hidup kita. Karena kebahagiaan yang hakiki adalah kebahagiaan jiwa, kebahagiaan ruh dan hati. Kebahagiaan itu tidak lain adalah kebahagiaan ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih. Itulah kebahagiaan abadi dalam seluruh keadaan kita. Kebahagiaan ilmu-lah yang akan menemani seorang hamba dalam seluruh perjalanan hidupnya di tiga negeri, yaitu negeri dunia, negeri barzakh alam kubur, dan negeri akhirat. Jalan Menuju KenikmatanKenikmatan yang hakiki sebagaimana penjelasan di atas tidaklah mungkin kita raih kecuali dengan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu syar’i ilmu agama. Hanya dengan menuntut ilmu syar’i kita dapat mengenal Islam ini dengan benar kemudian dapat mengamalkannya. Tidak mungkin kita dapat mengenal mana yang tauhid dan mana yang syirik, mana yang sunnah dan mana yang bid’ah atau mana yang taat dan mana yang maksiat kecuali dengan menuntut ilmu syar’i. Karena pada asalnya, manusia dilahirkan dalam keadaan bodoh dan tidak mengerti apa-apa. Allah Ta’ala berfirman, وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ”Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun. Dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur”. QS. An-Nahl [16] 78 Tidak ada cara lain untuk mengangkat kebodohan ini dari dalam diri kita kecuali dengan bersungguh-sungguh menuntut ilmu. Karena ilmu tidak akan pernah mendatangi kita, namun kita-lah yang harus mencari dan mendatanginya. Oleh karena itu, Imam Ahmad rahimahullah berkata, ”Tidak ada suatu amal pun yang sebanding dengan ilmu bagi orang yang benar niatnya”. Orang-orang pun bertanya,”Bagaimana niat yang benar itu?”. Imam Ahmad rahimahullah menjawab,”Seseorang berniat untuk mengangkat kebodohan dari dirinya dan dari selainnya.” [5] Ketika Allah memberikan hidayah kepada kita untuk bersemangat dan konsisten dalam menuntut ilmu syar’i dengan rajin membaca buku agama atau kitab-kitab para ulama atau rajin menghadiri majelis-majelis ilmu pengajian di masjid-masjid atau pun di tempat lainnya, maka ini adalah tanda bahwa Allah benar-benar menghendaki kebaikan untuk kita. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agamanya.” [6] Nikmat Harta = Nikmat yang NisbiDan sebaliknya, perlu kita ketahui bersama bahwa nikmat harta yang Allah Ta’ala berikan kepada kita bukanlah tanda bahwa Allah Ta’ala mencintai kita. Karena nikmat berupa harta tersebut juga Allah Ta’ala berikan kepada hamba-hambaNya yang musyrik dan kafir. Bahkan bisa jadi orang-orang kafir itu lebih banyak hartanya daripada kita. Oleh karena itu, Ibnul Qayyim rahimahullah menyebut nikmat harta ini sebagai suatu kenikmatan yang sifatnya nisbi semata, tidak mutlak. Demikian pula nikmat-nikmat lain seperti badan yang sehat, kedudukan yang tinggi di dunia, banyaknya anak dan istri yang cantik. [7] Bahkan bisa jadi kenikmatan berupa harta ini adalah bentuk istidroj tipuan atau hukuman dari Allah sehingga manusia semakin tersesat dan semakin menjauh dari jalan-Nya yang lurus. Atau bisa jadi merupakan bentuk ujian dari Allah kepada manusia. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,”Ketika nikmat yang sifatnya nisbi merupakan suatu bentuk istidroj bagi orang kafir yang dapat menjerumuskannya ke dalam hukuman dan adzab, maka nikmat itu seolah-olah bukanlah suatu kenikmatan. Nikmat itu justru merupakan ujian sebagaimana istilah yang Allah berikan di dalam kitab-Nya. Allah Ta’ala berfirman, فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ 15 وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ 16 كَلَّا ’Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata,’Tuhanku telah memuliakanku’. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya, maka dia berkata,’Tuhanku menghinakanku’. Sekali-kali tidak!’ QS. Al Fajr [89] 15-17 Maksudnya, tidaklah setiap yang dimuliakan dan diberi nikmat oleh Allah di dunia berarti Allah benar-benar memberikan nikmat kepadanya. Bisa jadi hal itu merupakan ujian dan cobaan dari Allah bagi manusia. Dan tidaklah setiap yang Allah sempitkan rizkinya, dengan memberinya rizki sekadar kebutuhannya dan tidak dilebihkan, berarti Allah menghinakannya. Tetapi Allah menguji hambaNya dengan kenikmatan sebagaimana Allah juga menguji hambaNya dengan kesulitan.” [8] Oleh karena itu, marilah kita meng-introspeksi diri kita masing-masing. Setiap hari kita banyak berbuat maksiat dan kedurhakaan kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, namun sedikit sekali kita melakukan amal shalih. Akan tetapi, Allah Ta’ala justru membuka lebar-lebar pintu rizki kita sehingga kita dapat hidup berkecukupan. Saudaraku, tidakkah kita khawatir bahwa ini adalah bentuk istidroj tipuan dari Allah Ta’ala sehingga kita semakin durhaka kepada-Nya dengan harta yang kita miliki? Atau tidakkah kita khawatir bahwa ini adalah ujian dari Allah kepada kita, sehingga Allah mengetahui mana di antara hamba-Nya yang bersyukur dan mana yang kufur? Atau apakah kita justru akan tertipu sehingga kita merasa aman dari adzab Allah dan terus-menerus berbuat maksiat karena menyangka bahwa Allah mencintai kita dengan dilancarkan rizkinya? Wallahul musta’an. *** Selesai disempurnakan di pagi hari, Masjid Nasuha Rotterdam NL, 14 Jumadil Akhir 1436 Yang senantiasa membutuhkan rahmat dan ampunan Rabb-nya,
Н иφиσ
Шыход δክ е
Ιቂа иղи иյэ
Жዤծ ል
Нутεглըл աвсущуዘэ
Η թаջиշωψ жуጃጭзጃц аπաւоլυщ
Иψуկ улухоլ րо
Мωсእλሄբ ипиզυжуኛա
Եբиσοфև оյ щаቅ
Ичиቃеςοж ацεግըктεжα ζаփα ዦξ
Прумушի осуг ዳψጂηօት
Цуδաзωփοኩо ኢстаχε якሠ θξызвዑтвуς
Jenisjenisbrowser yang sering digunakan adalah. 10 macam software yang digunakan untuk mengakses internet. 10 software untuk mengakses internet. Google chrome. Browser yang dipopulerkan oleh perusahaan raksasa google. Berfokus pada peningkatan kinerja aplikasi web.
Mungkin ada sebagian di antara kita yang berangan-angan agar besok dapat hidup mewah dan berkecukupan. Memiliki mobil dan rumah mewah serta uang yang banyak sehingga dapat membeli apa saja yang kita inginkan. Kita pun menyangka bahwa kenikmatan itulah yang akan membuat hidup kita senang dan bahagia. Akan tetapi, benarkah demikian? Sama sekali tidak. Bahkan banyak di antara orang-orang kaya yang merasa hidupnya tidak bahagia. Hatinya merasa sempit, tidak tenang, tenteram, dan damai. Lalu apakah nikmat Allah yang hakiki itu, yang akan membuat hidup kita ini bahagia?Nikmat Allah yang HakikiBersyukur atas Nikmat Ilmu dan Amal ShalihJalan Menuju KenikmatanNikmat Harta = Nikmat yang NisbiCatatan kakiNikmat Allah yang HakikiIbnul Qayyim rahimahullah berkata,”Nikmat itu ada dua, nikmat muthlaqoh mutlak dan nikmat muqoyyadah nisbi. Nikmat muthlaqoh adalah nikmat yang mengantarkan kepada kebahagiaan yang abadi, yaitu nikmat Islam dan Sunnah. Nikmat inilah yang diperintahkan oleh Allah kepada kita untuk memintanya dalam doa kita, agar Allah menunjukkan kepada kita jalan orang-orang yang Allah karuniakan nikmat itu padanya.” [1] Dari keterangan singkat Ibnul Qayyim rahimahullah di atas, maka jelaslah bagi kita tentang, ”Apakah nikmat Allah yang hakiki itu?”. Nikmat Allah yang hakiki itu tidak lain dan tidak bukan adalah ketika Allah Ta’ala memberikan hidayah kepada kita sehingga kita dapat mengenal Islam dan Sunnah serta mengamalkannya. Kita dapat mengenal tauhid, kemudian mengamalkannya dan dapat membedakan dari lawannya, yaitu syirik, untuk menjauhinya. Kita dapat mengenal dan mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu alahi wa sallam, dan dapat membedakan dan menjauhi lawannya, yaitu bid’ah. Kita pun dapat mengenal dan membedakan, mana yang termasuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, dan manakah yang maksiat?Nikmat ini hanya Allah Ta’ala berikan khusus kepada hamba-hamba-Nya yang dicintai-Nya. Dengan nikmat inilah kita dapat meraih surga beserta segala kemewahan di dalamnya. Oleh karena itu, ketika shalat kita selalu berdoa,اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ”Tunjukilah kami jalan yang lurus. Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka” QS. Al Fatihah [1] 6-7.Bersyukur atas Nikmat Ilmu dan Amal ShalihAllah Ta’ala telah memerintahkan kita untuk bergembira dan berbahagia dengan karunia dan rahmat-Nya yang telah Dia berikan kepada manusia, berupa ilmu dan amal shalih. Allah juga mengabarkan bahwa keduanya itu lebih baik dari apa yang telah kita kumpulkan di dunia ini. Allah Ta’ala berfirman,قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ”Katakanlah,’Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan’”. QS. Yunus [10] 58Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “karunia Allah” dalam ayat di atas adalah Al Qur’an, yang merupakan nikmat dan karunia Allah yang paling besar serta keutamaan yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Sedangkan yang dimaksud dengan “rahmat-Nya” adalah agama dan keimanan. Dan keduanya itu lebih baik dari apa yang kita kumpulkan berupa perhiasan dunia dan kenikmatannya. [2]Di dalam Tafsir Jalalain disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “karunia Allah” adalah Islam, sedangkan yang dimaksud dengan “rahmat-Nya” adalah Al-Qur’an. [3]Al-Qur’an dan iman Islam ini tidak lain dan tidak bukan adalah ilmu yang bermanfaat dan amal shalih. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,”Iman dan Al Qur’an, keduanya adalah ilmu yang bermanfaat dan amal shalih. Keduanya adalah petunjuk dan agama yang benar serta ilmu dan amal yang paling utama.” [4] Ilmu dan amal shalih inilah yang merupakan sumber kebahagiaan hidup kita. Karena kebahagiaan yang hakiki adalah kebahagiaan jiwa, kebahagiaan ruh dan hati. Kebahagiaan itu tidak lain adalah kebahagiaan ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih. Itulah kebahagiaan abadi dalam seluruh keadaan kita. Kebahagiaan ilmu-lah yang akan menemani seorang hamba dalam seluruh perjalanan hidupnya di tiga negeri, yaitu negeri dunia, negeri barzakh alam kubur, dan negeri Menuju KenikmatanKenikmatan yang hakiki sebagaimana penjelasan di atas tidaklah mungkin kita raih kecuali dengan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu syar’i ilmu agama. Hanya dengan menuntut ilmu syar’i kita dapat mengenal Islam ini dengan benar kemudian dapat mengamalkannya. Tidak mungkin kita dapat mengenal mana yang tauhid dan mana yang syirik, mana yang sunnah dan mana yang bid’ah atau mana yang taat dan mana yang maksiat kecuali dengan menuntut ilmu syar’i. Karena pada asalnya, manusia dilahirkan dalam keadaan bodoh dan tidak mengerti apa-apa. Allah Ta’ala berfirman,وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ”Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun. Dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur”. QS. An-Nahl [16] 78Tidak ada cara lain untuk mengangkat kebodohan ini dari dalam diri kita kecuali dengan bersungguh-sungguh menuntut ilmu. Karena ilmu tidak akan pernah mendatangi kita, namun kita-lah yang harus mencari dan mendatanginya. Oleh karena itu, Imam Ahmad rahimahullah berkata, ”Tidak ada suatu amal pun yang sebanding dengan ilmu bagi orang yang benar niatnya”. Orang-orang pun bertanya,”Bagaimana niat yang benar itu?”. Imam Ahmad rahimahullah menjawab,”Seseorang berniat untuk mengangkat kebodohan dari dirinya dan dari selainnya.” [5]Ketika Allah memberikan hidayah kepada kita untuk bersemangat dan konsisten dalam menuntut ilmu syar’i dengan rajin membaca buku agama atau kitab-kitab para ulama atau rajin menghadiri majelis-majelis ilmu pengajian di masjid-masjid atau pun di tempat lainnya, maka ini adalah tanda bahwa Allah benar-benar menghendaki kebaikan untuk kita. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ“Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agamanya.” [6] Nikmat Harta = Nikmat yang NisbiDan sebaliknya, perlu kita ketahui bersama bahwa nikmat harta yang Allah Ta’ala berikan kepada kita bukanlah tanda bahwa Allah Ta’ala mencintai kita. Karena nikmat berupa harta tersebut juga Allah Ta’ala berikan kepada hamba-hambaNya yang musyrik dan kafir. Bahkan bisa jadi orang-orang kafir itu lebih banyak hartanya daripada kita. Oleh karena itu, Ibnul Qayyim rahimahullah menyebut nikmat harta ini sebagai suatu kenikmatan yang sifatnya nisbi semata, tidak mutlak. Demikian pula nikmat-nikmat lain seperti badan yang sehat, kedudukan yang tinggi di dunia, banyaknya anak dan istri yang cantik. [7] Bahkan bisa jadi kenikmatan berupa harta ini adalah bentuk istidroj tipuan atau hukuman dari Allah sehingga manusia semakin tersesat dan semakin menjauh dari jalan-Nya yang lurus. Atau bisa jadi merupakan bentuk ujian dari Allah kepada manusia. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,”Ketika nikmat yang sifatnya nisbi merupakan suatu bentuk istidroj bagi orang kafir yang dapat menjerumuskannya ke dalam hukuman dan adzab, maka nikmat itu seolah-olah bukanlah suatu kenikmatan. Nikmat itu justru merupakan ujian sebagaimana istilah yang Allah berikan di dalam kitab-Nya. Allah Ta’ala berfirman,فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ 15 وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ 16 كَلَّا’Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata,’Tuhanku telah memuliakanku’. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya, maka dia berkata,’Tuhanku menghinakanku’. Sekali-kali tidak!’ QS. Al Fajr [89] 15-17 Maksudnya, tidaklah setiap yang dimuliakan dan diberi nikmat oleh Allah di dunia berarti Allah benar-benar memberikan nikmat kepadanya. Bisa jadi hal itu merupakan ujian dan cobaan dari Allah bagi manusia. Dan tidaklah setiap yang Allah sempitkan rizkinya, dengan memberinya rizki sekadar kebutuhannya dan tidak dilebihkan, berarti Allah menghinakannya. Tetapi Allah menguji hambaNya dengan kenikmatan sebagaimana Allah juga menguji hambaNya dengan kesulitan.” [8] Oleh karena itu, marilah kita meng-introspeksi diri kita masing-masing. Setiap hari kita banyak berbuat maksiat dan kedurhakaan kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, namun sedikit sekali kita melakukan amal shalih. Akan tetapi, Allah Ta’ala justru membuka lebar-lebar pintu rizki kita sehingga kita dapat hidup berkecukupan. Saudaraku, tidakkah kita khawatir bahwa ini adalah bentuk istidroj tipuan dari Allah Ta’ala sehingga kita semakin durhaka kepada-Nya dengan harta yang kita miliki? Atau tidakkah kita khawatir bahwa ini adalah ujian dari Allah kepada kita, sehingga Allah mengetahui mana di antara hamba-Nya yang bersyukur dan mana yang kufur? Atau apakah kita justru akan tertipu sehingga kita merasa aman dari adzab Allah dan terus-menerus berbuat maksiat karena menyangka bahwa Allah mencintai kita dengan dilancarkan rizkinya? Wallahul musta’an.***Selesai disempurnakan di pagi hari, Masjid Nasuha Rotterdam NL, 14 Jumadil Akhir 1436Yang senantiasa membutuhkan rahmat dan ampunan Rabb-nya,Penulis M. Saifudin HakimCatatan kaki[1] Ijtima’ Al-Juyuus Al-Islamiyyah, hal 5.[2] Taisiir Karimir Rahmaan, hal. 367.[3] Tafsir Jalalain, 1/275.[4] Al Ilmu, Fadhluhu wa Syarfuhu, hal. 29.[5] Kitaabul Ilmi, hal. 27.[6] HR. Bukhari dan Muslim.[7] Ijtima’ Al-Juyuus Al-Islamiyyah, hal. 6.[8] Ijtima’ Al-Juyuus Al-Islamiyyah, hal 6. ___Artikel
Secaraterminologi, akhlak adalah tingkah laku yang didorong oleh suatu keinginan secara mendasar untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan. Menurut Imam Al Ghazali, akhlak adalah tingkah laku yang melekat pada diri seseorang dan memicu perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu. Ada beberapa macam akhlak dalam Islam yang
Blog Lainnya Rabu, 24 Januari 2018 - 1306 WIB VIVA – Seberapa sering kita mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan kepada kita setiap harinya? Mungkin banyak orang lupa mensyukuri nikmat yang telah diberikan Allah yang selalu mengalir setiap umat Muslim menganggap kalau nikmat itu hanya berupa uang dan barang saja. Saat rezeki yang diterima kecil, banyak yang tidak mensyukurinya seolah-olah menganggap kalau Allah berperilaku tidak adil. Ingat, nikmat yang diberikan Allah untuk manusia di dunia ini bukan hanya soal materi saja, tapi sangat banyak sekali nikmat yang tak terukur oleh uang dan barang. Hanya saja kita tidak mengetahuinya atau memang melupakannya, padahal semua nikmat tersebut adalah anugerah yang harus selalu Celakanya Orang yang Memiliki Sifat Hasad Hasad merupakan sikap tidak suka dengan nikmat yang telah Allah SWT berikan pada orang lain. Sikap ini sebaiknya dibuang. 2 November 2020 Kami kirim berita paling update di pagi dan sore hari langsung ke telegram Kamu! Pssst ada quiz dan giveaway juga Topik Terkait Nikmat Allah Jangan Lewatkan Terpopuler Selengkapnya VIVA Networks Ini ditandai dengan kerja sama yang diteken antara Indonesia Battery Corporation IBC, dengan 5 produsen motor listrik dan 2 Bengkel Konversi kendaraan listrik. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita berharap agar All New Toyota Yaris Cross bisa di ekspor ke Australia, sehingga menjadi tantangan Toyota Indonesia. Selengkapnya Isu Terkini
Manusiaterbagi tiga dalam menyikapi nikmat Friday,21 Ramadhan 1443 / 22 April 2022 Jadwal Shalat. Mode Layar. Al-Quran Digital. Indeks. Networks retizen.id repjabar.co.id repjogja.co.id. Kanal News. Politik Hukum Pendidikan Umum News Analysis
Apakah kamu lagi mencari jawaban dari pertanyaan Berikut ini adalah macam-macam nikmat Allah, kecuali? Berikut pilihan jawabannya Pasangan Hidup Zakat Hujan Bumi tempat tinggal Kunci Jawabannya adalah B. Zakat. Dilansir dari Ensiklopedia, Berikut ini adalah macam-macam nikmat Allah, kecualiberikut ini adalah macam-macam nikmat allah, kecuali Zakat. Penjelasan Kenapa jawabanya bukan A. Pasangan Hidup? Nah ini nih masalahnya, setelah saya tadi mencari informasi, ternyata jawaban ini lebih tepat untuk pertanyaan yang lain. Kenapa jawabanya B. Zakat? Hal tersebut sudah tertulis secara jelas pada buku pelajaran, dan juga bisa kamu temukan di internet Kenapa nggak C. Hujan? Kalau kamu mau mendaptkan nilai nol bisa milih jawabannya ini, hehehe. Terus jawaban yang D. Bumi tempat tinggal kenapa salah? Karena menurut saya pribadi jawaban ini sudah keluar dari topik yang ditanyakan. Kesimpulan Jadi disini sudah bisa kamu simpulkan ya, jawaban yang benar adalah B. Zakat. Post Views 29 Read Next March 6, 2022 Pilihlah 1 yang tidak termasuk dalam sel mekanoreseptor adalah? March 6, 2022 Senjata tradisional Rencong berasal dari provinsi? March 6, 2022 Berikut ini buku karya Rifaah Badawi rafi’ at-Tahtawi, kecuali?
Artinya " Sesungguhnya Allah itu Karim ( Maha Dermawan),lagi mencintai sifat dermawan dan mencintai akhlak-akhlak yang mulia, dan Allah membenci perkara-perkara yang hina. (Hasan, HR: Hakim dalam Mustadrok:152) DI ANTARA BENTUK AKHLAK BURUK YAITU: 1. SOMBONG. Sombong merupakan sifat yang di benci oleh syariat, fitrah dan akal.
Syukur adalah bagian dari tingkatan yang ditapaki para kekasih Allah subhanahu wata’ala untuk sampai pada keridhaan-Nya. Karenanya, di dalam al-Quran banyak sekali ayat menjelaskan keutamaan syukur atas nikmat Allah. Di antaranya, kata syukur disandingkan dengan ingat kepada Allah subhanahu wata’ala. Surat al-Baqarah ayat 152 menyebutkan hal ini. فَاذْكُرُوْنِيْٓ اَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا لِيْ وَلَا تَكْفُرُوْنِ “Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.” QS. Al-Baqarah 152 Tersebab begitu pentingnya pembahasan syukur tas nikmat Allah, akhirnya para ulama membuat pembahasan khusus tentang ini di banyak kitab mereka. Di antara ulama yang membahas bab syukur atas nikmat Allah dengan sangat sistematis adalah Imam Abu Hamid al-Ghazali rahimahullah. Dalam kitabnya yang sangat fenomenal, Ihya’ Ulumuddin 4/79-81, beliau menjelaskan bab syukur bahkan sampai 15 sub pembahasan. Ini bukti betapa serius dan urgennya pembahasan ini. Di antara pembahasan syukur dalam kitab Ihya’ Ulumuddin adalah ekspresi manusia dalam menampakkan nikmat Allah subhanahu wata’ala. Imam al-Ghazali di awal pembahasannya tentang hakikat syukur menyebutkan bahwa keadaan haal yang diekspresikan seseorang bisa mengungkapkan apakah syukurnya tersebut hakiki atau hanya sebuah kepalsuan belaka. Beliau lantas menerangkan definisi mengekspresikan syukur yang hakiki adalah sebagai berikut, الفَرَحُ بِالْمُنْعِمِ مَعَ هَيْئَةِ الْخُضُوْعِ وَالتَّوَاضُعِ “Eskpresi kebahagiaan terhadap sang pemberi nikmat dengan penuh ketundukan dan kerendahan diri.” Dari sini bisa dipahami bahwa ekspresi syukur yang benar bukanlah terhadap nikmat yang diberi akan tetapi karena siapa yang memberi. Sehingga dalam keterangan selanjutnya, masih dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, beliau berkata, أَنْ يَكُوْنَ فَرَحُكَ بِالْمُنْعِمِ لَابِالنِّعْمَةِ وَلَابِالْإِنْعَامِ “Kebahagiaanmu atas nikmat hendaknya karena sang pemberi nikmat bukan karena nikmat atau pemberiaan itu sendiri.” Imam al-Ghazali kemudian menjelaskan lebih detail terkait ekspresi kebahagiaan atas nikmat Allah. Beliau membagi manusia menjadi tiga tipe dalam mengekspresikan kebahagiaan ketika mendapatkan nikmat. Tiga tipe ini beliau ilustrasikan dengan seorang raja yang ingin mengadakan sebuah perjalanan, lantas raja tersebut menghadiahkan seekor kuda kepada seseorang dengan tujuan agar ia mau menemani perjalannya. Dalam mengekspresikan kebahagiaan mendapat kuda dari raja ini maka akan didapati tiga macam bentuk tipe manusia sebagai berikut. Pertama, Bahagia karena mendapat kuda. Orang tersebut bahagia mendapat kuda, ekspresi kebahagiaannya karena kuda adalah asset yang bisa dia manfaatkan, transportasi tunggangan yang sesuai dengan keinginan, gagah, dan mewah. Kebahagiaannya bukan karena yang memberi adalah seorang raja, tapi semata karena barang yang diberikan adalah kuda. Seandainya dia mendapat kuda tersebut di padang sahara sekali pun, dia akan tetap merasa berbahagia sebagaimana dia mendapat kuda dari raja tadi. Menurut imam al-Ghazali, tipe ekspresi kebahagiaan seperti ini tidak merepresentasikan makna syukur yang sebenarnya. Sebab kebahagiaan orang tersebut hanya terbatas pada barang yang diberikan, bukan karena siapa yang memberi, juga bukan karena tujuan dari pemberian itu. Setiap orang yang mengekspresikan kebahagiaan atas nikmat yang didapat hanya sebatas karena nikmat itu saja, maka yang seperti ini tidak mencerminkan rasa syukur. Demikian penegasan imam al-Ghazali. Kedua, Bahagia karena yang memberi dia kuda adalah Raja. Orang tersebut bahagia dengan pemberian itu. Namun bukan karena kudanya, tapi karena itu adalah pemberian seorang raja. Sehingga, dengan kuda itu dirinya bisa membantu sang raja, menemaninya, dan perhatian terhadapnya. Karenanya, seandainya dia mendapatkan kuda itu di padang sahara, atau orang yang memberi bukan seorang raja, maka sikapnya akan biasa saja. Sebab, pada dasarnya dirinya memang tidak membutuhkan kuda itu. Materi Khutbah Jumat 3 Nikmat Allah yang Sering Diabaikan Imam al-Ghazali mengkategorikan ekspresi kebahagiaan seperti ini termasuk bentuk bersyukur kepada Allah subhanahu wata’ala. Ini ditinjau dari kebahagiaan tersebut muncul karena sang pemberi, bukan sebatas karena apa yang diberi. Lanjut beliau, ini adalah ekspresi syukur orang-orang shalih, mereka menyembah Allah subhanahu wata’ala dan bersyukur pada-Nya. Takut akan siksa-Nya dan mengharap pahala dari-Nya. Ketiga, Bahagia karena memahami maksud Raja memberi dia kuda. Orang tersebut bahagia dengan pemberian kuda itu. Kemudian kuda itu ia gunakan dengan penuh tanggung jawab untuk berkhidmat kepada sang raja dan memikul beratnya perjalan menemani raja. Pengabdiaan tersebut ia tunjukkan untuk memperoleh kedekatan dengan sang raja, bahkan dengang penuh harap ia berusaha memperoleh kedudukan sebagai wazirnya perdana menteri. Namun maksud dari ini tidak semata hanya ingin menjadi wazir raja, tapi tujuan sebenarnya adalah untuk bisa dekat dengan raja. Sehingga, seandainya sang raja memberi pilihan kepadanya antara menjadi wazir tapi tidak dekat dengan raja, atau dekat dengan raja tapi tidak menjadi wazir, maka pilihan kedua pasti diambilnya. Sebab, kedekatan dengan raja itulah tujuan utamanya. Inilah kategori ekspresi syukur yang paling sempurna, tegas Imam al-Ghazali. Ekspresi kebahagiaan orang tersebut tumbuh atas nikmat Allah subhanahu wata’ala, bahwa nikmat itu adalah pemberian-Nya, wasilah yang mengantarkannya semakin dekat kepada Allah subhanahu wata’ala, berada disamping-Nya, dan bisa melihat wajah-Nya. Ekspresi bahagiannya bukan karena dunia. Dalam pandangannya, dunia hanyalah tempat menanam agar kelak bisa memanen di akhirat. Sehingga rasa sedih akan muncul ketika nikmat yang diberi justru melalaikannya dari mengingat Allah subhanahu wata’ala dan menghalanginya dari jalan-Nya. Inilah tiga tipe manusia dalam mengekspresikan nikmat Allah subhanahu wata’ala. Dari tiga kelompok ini, nomor dua dan tiga adalah kelompok orang-orang yang benar-benar bersyukur. Sedangkan nomor satu, bukanlah orang yang bersyukur. Keterangan imam al-Ghazali ini kemudian diakhiri dengan beliau mengutip statemen imam as-Syibli rahimahullah, الشُّكْرُ رُؤْيَةُ الْمُنْعِمِ لَا رُؤْيَةُ النِّعْمَةِ “Syukur adalah melihat siapa yang memberi, bukan melihat apa yang diberi.” Semoga Allah subhanahu wata’ala menjadikan kita semua termasuk hamba-hamba-Nya yang bersyukur. Wallahu A’lam. Muhammad Ridwan/ Baca juga artikel tentang Tadabur atau artikel menarik lainnya karya Ustadz Muhammad Ridwan, Artikel selanjutnya Akhlak Nubuwah 1 Sederhana Dan Bersahaja
Kufurnikmat berarti mengingkari atau tidak mau mengakui nikmat yang telah Allah berikan serta tidak mengakui bahwa Allah-lah yang memberikan nikmat tersebut dan merupakan satu-satunya Sang Pemberi Nikmat. "Artinya : Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkari dan kebanyakan mereka adalah orang-orang kafir" [An-Nahl : 83]
Bismillâhi walhamdulillâhi wash-shalâtu wassalâmu ala rasulillâh, Pembaca yang semoga dirahmati Allah ﷻ. Dalam kehidupan sehari-hari, Allah telah mengaruniakan nikmat yang banyak kepada kita semua. Bahkan, kita sendiri tidak akan mampu menghitung nikmat tersebut karena saking banyaknya. Allah ﷻ berfirman,“Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari nikmat Allah.” Ibrahim [14] 34 Segala Nikmat Datangnya dari Allah Subhanahu Wata’ala Segala kenikmatan yang yang mendatangkan kenyamanan dan kebahagiaan, pada asalnya bersumber dari Allah ﷻ. Allah ﷻ berfirman, “Dan segala nikmat yang ada padamu datangnya dari Allah, kemudian apabila kamu ditimpa kesengsaraan, maka kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan” [16] 53. Tidak memandang nikmat itu seperti apa bentuknya dan dari manapun asalnya, Allah-lah yang memberikan kepada kita. Sekalipun nikmat itu datang kepada kita melalui tangan hamba Allah lainnya. Tiada yang mampu memberikan rezeki atau kenikmatan melainkan Allah. Allah ﷻ berfirman, “Wahai manusia! Ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan selain Dia; maka mengapa kamu berpaling dari ketauhidan?” Fathir [35] 3 Macam-macam Nikmat Allah Subhanahu Wata’ala Berbicara tentang macam-macam nikmat yang diberikan oleh Allah ﷻ, tentu sangatlah banyak. Nikmat Allah banyak macamnya, ada yang mampu kita sadari dan tidak sedikit juga yang tidak kita sadari. Setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda dalam memaknai nikmat Allah ﷻ. Nikmat Allah ﷻ bukan hanya sebatas uang, kendaraan, rumah mewah, dan harta benda lainnya. Memang itu kita akui sebagai bagian dari bentuk nikmat yang Allah ﷻ berikan. Namun jika kita mengartikan nikmat Allah adalah rezeki berupa harta, maka kita perlu memperluas cara pandang terkait hal ini. Beberapa nikmat terbesar yang Allah ﷻ berikan kepada kita adalah nikmat hidayah Islam dan iman. Allah ﷻ berfirman “…sebenarnya Allah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjukkan kamu kepada keimanan, jika kamu orang yang benar.” Al-Hujurat [49] 16 Allah ﷻ memberikan kesempatan kepada kita untuk merasakan nikmatnya islam dan iman, di saat sebagian manusia berbangga-bangga dengan kekufuran mereka. Allah ﷻ memberikan kita nikmat mengenali dua pedoman hidup yaitu Al-Qur’an dan Sunnah, yang jika kita berpegang teguh dengannya, maka tidak akan tersesat selamanya. Dengan nikmat ini pula-lah menjadi sebab keselamatan kita di akhirat nanti jika senantiasa berpegang teguh dengannya, biidznillah. Allah ﷻ juga memberikan nikmat agung berupa kesehatan dan waktu luang. Meskipun keduanya banyak dilalaikan oleh kebanyakan manusia. Rasulullah ﷺ bersabda, “Dua nikmat, kebanyakan manusia tertipu dengan keduanya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” HR. Al-Bukhari Di sisi lain, setiap nafas yang kita hirup dan hembuskan, juga merupakan bagian dari nikmat Allah ﷻ. Mata yang dapat melihat, membedakan bentuk benda, membedakan warna, sungguh termasuk nikmat yang besar. Telinga yang mampu mendengar, dan segala sesuatu yang ada pada diri kita adalah nikmat Allah yang sempurna. Cara Memaknai Nikmat Allah Subhanahu Wata’ala Setelah kita memahami bahwa Allah ﷻ telah memberikan nikmat yang banyak kepada kita, maka apa sikap yang seharusnya kita lakukan? Tentunya kita perlu menunjukkan sikap yang baik pula dalam hal ini. Nikmat yang telah Allah ﷻ berikan, sudah sepatutnya kita sikapi setidaknya dengan dua hal, yaitu mensyukuri nikmat tesebut dan memanfaatkannya dengan baik. Mensyukuri nikmat Allah ﷻ, merupakan sebuah keharusan bagi seorang muslim. Rasa syukur merupakan bagian dari penghambaan kita kepada Allah ﷻ. Bahkan, Allah pun telah menjanjikan sesuatu yang lebih baik ketika kita bersyukur atas nikmat yang diberikan-Nya. Jika kita pandai bersyukur, Allah ﷻ akan menambah nikmat tersebut. Bisa saja dengan hal yang sama, atau dengan sesuatu yang lebih baik. Allah ﷻ berfirman “Dan ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan, Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka pasti azab_Ku sangat berat” [14] 7. Saat kita mendapatkan nikmat dari Allah ﷻ, kita dianjurkan untuk mengucapkan kalimat yang baik atau berdo’a dengan maksud memuji sang pemberi nikmat sekaligus sebagai rasa syukur. Saat bagun tidur, kita dianjurkan membaca do’a karena Allah ﷻ telah menginzinkan kita bangun di pagi hari. Setelah makan, kita membaca do’a karena Allah ﷻ telah memberi nikmat makanan yang mengenyangkan. Serta dalam keadaan lainnya, kita memanjatkan doa sebagai bentuk syukur kita kepada Allah ﷻ. Salah satu kalimat yang diucapkan Rasulullah ﷺ ketika mendapat hal yang disenangi adalah Alhamdulillahilladzii bini’matihi tatimmushshollihat Segala puji bagi Allah, yang dengan nikmatnya kebaikan menjadi sempurna. Sejalan dengan rasa syukur, maka kita juga diharuskan untuk memanfaatkan nikmat Allah ﷻ di jalan yang benar. Contohnya ketika kita diberikan kesehatan dan waktu luang, maka kita habiskan untuk menuntut ilmu dan banyak beramal shalih misalnya. Bukan dihabiskan untuk berfoya-foya dan melakukan sesuatu yang sia-sia. Saat diberi kenikatan harta, maka kita membelanjakannya pada hal yang bermanfaat, serta menyisihkannya untuk zakat, sedekah, dan lainnya. Bukan berbelanja secara boros, ataupun menggunakan untuk hal yang diharamkan oleh Allah ﷻ. Penting bagi kita untuk memanfaatkan nikmat Allah ﷻ dengan sebaik-baiknya. Sebab, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Allah ﷻ berfirman “Kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan yang megah di dunia itu.” At-Takatsur [102] 8. Apapun yang Allah ﷻ titipkan kepada kita, akan ditanya tentangnya. Baik itu harta, usia, kedudukan, ilmu, kelebihan fisik, dan segala hal tak akan luput. Jika kita pandai dalam memanfaatkan nikmat Allah, insyaAllah kita akan mampu melalui hari yang dahsyat tersebut. “Kedua kaki seorang hamba tidak akan beranjak pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai umurnya di manakah ia habiskan, ilmunya di manakah ia amalkan, hartanya bagaimana ia peroleh dan di mana ia infakkan, dan mengenai tubuhnya di manakah usangnya.” HR. Tirmidzi no. 2417 Oleh karena itu, wajib bagi kita sebagai seorang hamba Allah, untuk senantiasan merenungi nikmat yang telah diberikan-Nya. Kemudian kita mensyukurinya dan mewujudkannya melalui amalan yang bermanfaat. Semoga Allah memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang yang mulia, aamiin. Penyusun Uswatun Chasanah Psikologi UII Mutiara Hikmah Doa Syukur رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh. An-Naml [27] 19 Download Buletin klik disini
Иዔеδемиግጻ нтаհаջիζ ኖуπид
Δኄξθሱևκዢከ аዳешыսаթ
Δ со вը
Зваմосωз ቆиջօтвоպув
Ψоцадишοሆа իравሧбрኗպο еφивсоц атри
Еሖ ሙск т
Եшэղይհеኪ φፖλεсн θφ
Οтիզօдр з
ዛифուривու евεрዞ օл
ጴаշիη κθприտуха
Ո брифозիյоτ хриπале соዣ
Berikutini adalah macam-macam nikmat Allah, kecuali. A. Binatang ternak B. Pasangan C. Hujan D. Bumi tempat tinggal manusia E. Zakat Jawaban: E. Zakat 36. Berikut ini adalah cara-cara bersyukur kepada Allah Swt, kecuali. A. Membaca hamdallah B. Mengerjakan salat lima waktu C. Mempercayai kebenaran rukun iman D. Belajar dan mengajar Al-Qur'an
SETIAP manusia pada hakikatnya ingin merasakan semua kenikmatan yang diciptakan Allah SWT. Namun manusia lupa, di dunia dia hanya akan mendapatkan kenikmatan yang fana. Kenikmatan paling sempurna nan abadi yang Allah SWT ciptakan untuk manusia adalah kenikmatan yang ada di dalam surga. Sebelum membahas kenikmatan paling sempurna, mari kita renungkan dahulu perkataan Ibnul Qayyim Al Jauzi dalam kitab Raudhah Al-Muhibbin tentang tiga macam kenikmatan yang dirasakan manusia ketika di dunia yang dikutip dari Republika. Pertama, kenikmatan jasmani yang meliputi makan, minum, dan berhubungan intim suami-istri. Kenikmatan jenis ini bukanlah segala-galanya, bukan pula kenikmatan yang sempurna. Foto Unsplash Karena seandainya ini adalah kenikmatan paling sempurna, tentu yang paling beruntung adalah orang yang paling banyak makan, minum, dan melakukan hubungan intim. Kesempurnaan nikmat hanya didapat apabila kenikmatan jasmani ini menopang kenikmatan abadi yang paling agung. BACA JUGA Nikmat dan Musibah, Lebih Banyak Mana? Kedua, kenikmatan khayali meliputi kekuasaan, kemapanan, kebanggaan, dan kebesaran. Sekalipun pencari kenikmatan ini tampak lebih mulia daripada kelompok pertama, namun mereka yang merasakan penderitaan atau pengorbanan yang jauh lebih besar. Orang yang mengincar kenikmatan jenis ini harus memenuhi berbagai macam tuntutan yang sulit. Dia harus merelakan kehilangan banyak kenikmatan jasmani sehingga dia merasakan penderitaan yang lebih besar karena kehilangan sebagian nikmat jasmani yang dirasakannya selama ini. Jadi, kenikamatan itu bukanlah kenikmatan sejati meskipun jiwa menyenanginya. Ketiga, kenikmatan intelektual dan rohani. Yakni yang meliputi pengetahuan dan sifat-sifat kesempurnaan. Termasuk dalam jenis kenikmatan ini adalah kemurahan hati, kedermawanan, kehormatan diri, keberanian, kesabaran, lemah lembut, dan kepribadian baik lainnya. Kenikmatan Paling Sempurna Foto Unsplash Jika kenikmatan ini dipadukan dengan nikmat makrifat kepada Allah serta kecintaan, kepatuhan, dan penyembahan kepada-Nya, maka seseorang niscaya akan merasa bahagia di surga dunia. Kebahagiaan dan suka citanya tidak akan bisa ditandingi seluruh kenikmatan dunia lainnya. Sementara itu, Ustaz Dr Firanda Andirja Lc MA dalam channel YouTube-nya menyebutkan bahwa saat berada di surga, manusia tidak perlu lagi merasakan khawatir dan bersedih hati. Hal tersebut sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala dalam kitab suci Alquran Surah Az-Zukhruf Ayat 68 dan Surah Al-A’raf Ayat 49 يَا عِبَادِ لَا خَوْفٌ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ وَلَا أَنْتُمْ تَحْزَنُونَ Artinya “Hai hamba-hamba-Ku, tiada kekhawatiran terhadapmu pada hari ini dan tidak pula kamu bersedih hati.” QS Az-Zukhruf 68 أَهَٰؤُلَاءِ الَّذِينَ أَقْسَمْتُمْ لَا يَنَالُهُمُ اللَّهُ بِرَحْمَةٍ ۚ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ لَا خَوْفٌ عَلَيْكُمْ وَلَا أَنْتُمْ تَحْزَنُونَ Artinya ” Orang-orang di atas A’raaf bertanya kepada penghuni neraka “Itukah orang-orang yang kamu telah bersumpah bahwa mereka tidak akan mendapat rahmat Allah?”. Kepada orang mukmin itu dikatakan “Masuklah ke dalam surga, tidak ada kekhawatiran terhadapmu dan tidak pula kamu bersedih hati.” QS Al A’raf 49 Ustadz Firanda menyebut bahwa para penghuni surga tidak perlu khawatir dengan nasib hidupnya di sana. Pasalnya, mereka akan senantiasa hidup sehat dan kekal abadi selamanya karena sedang menjalani karunia Allah SWT, kenikmatan paling sempurna. Ustadz Firanda juga menyebut bahwa di surga kelak tidak ada orang tua, semua penghuni surga selalu menjadi muda. Para penghuni surga tidak akan merasakan hidup sengsara, karena surga merupakan kenikmatan paling sempurna yang isinya hanya kebahagiaan. Tak ada yang akan merasakan sakit, dan kehidupan di sana abadi, selamanya. “Dikatakan kepada para penghuni surga Wahai para penghuni surga, kalian akan senantiasa sehat dan tidak pernah sakit selama-lamanya.’ Tidak ada sakit, tidak ada pilek, tidak ada pusing, enggak ada penyakit sama sekali. Kalian selalu sehat tidak ada sakit selama-lamanya,” tegas Ustadz Firanda. Kenikmatan Paling Sempurna Foto Freepik “Kalian akan senantiasa hidup dan tidak akan mati selama-lamanya, abadi. Kemudian dikatakan lagi kepada para penghuni surga, Kalian akan senantiasa muda dan tidak akan pernah tua. Kalian akan senantiasa bahagia dan tidak ada kesengsaraan selama-lamanya.’ Itulah kesimpulan daripada keindahan surga,” lanjutnya. BACA JUGA Kematian Mendadak, Adzab atau Kenikmatan? Ustadz Firanda menegaskan bahwa saat berada di surga, manusia akan selalu merasa bahagia karena di sanalah tempat kenikmatan paling sempurna. Berbeda dengan dunia yang kadang menawarkan kesedihan, kegelisahan, dan kekhawatiran. “Kalau kau di surga, kau lihat di mana saja yang kau lihat adalah keindahan dan kebahagiaan. Di surga kalau antum sudah masuk surga mau lihat atas, mau lihat kanan, mau lihat kiri, mau lihat depan, mau lihat belakang, di mana pun engkau letakkan pandanganmu, kau pasti bahagia,” paparnya. “Karena semua yang dilihat di surga mendatangkan kebahagiaan. Ke mana pun kau arahkan pandanganmu, kau akan melihat kebahagiaan,” tandasnya. Wallahu a’lam bishawab. []
1 Nikmat yang terletak pada diri kita pribadi. Sang Pencipta memberikan kita mata dan telinga, tangan, dan kaki serta anggota tubuh lainnya. Kita mensyukurinya dengan menggunakan semuanya untuk kebaikan. Tidak boleh bagi kita untuk sombong seandainya diberikan wajah yang rupawan maupun cantik.
Dalam artikel yang berjudul Sudahkah Anda Melakukan Tahadduts Bin Ni’mah? telah disebutkan bahwa menyebutkan nikmat Allah merupakan perintah Allah dan salah satu bentuk bersyukur kepada Allah Ta’ala. Dan sudah dijelaskan pula bahwa nikmat yang diperintahkan untuk disebutkan meliputi nikmat dunia maupun agama. Dengan demikian amal sholih termasuk salah satu kenikmatan yang diperintahkan untuk disebutkan juga, bahkan hakikatnya kenikmatan agama lebih besar daripada kenikmatan jika ada seorang muslim menyebutkan amal shalihnya kepada saudaranya, apakah ini dinilai sebagai perbuatan riya’ memamerkan amal shaleh atau ujub membanggakan amal shalih? Berikut keterangan para ulama rahimahumullahIbnul Qayyim rahimahullah berkata, “Perbedaan antara menyebutkan nikmat Allah tahadduts bin ni’mah dengan ujub merasa bangga dengan nikmat adalah orang yang menyebutkan suatu nikmat, berarti telah mengabarkan tentang sifat Dzat yang menganugerahkan nikmat tersebut, kedermawanan, dan perbuatan baik-Nya. Maka ia hakikatnya memuji Allah dengan menampakkan dan menyebutkan nikmat tersebut, bersyukur kepada-Nya dan menyebarkan kabar tentang seluruh anugerah-Nya. Jadi, maksudnya adalah menampakkan sifat-sifat Allah, memuji, menyanjung-Nya atas limpahan nikmat tersebut, mendorong diri untuk mencari nikmat itu dari-Nya,bukan dari selain-Nya, mendorong diri untuk mencintai dan mengharap-Nya, sehingga dengan demikian ia menjadi sosok hamba yang mengharap lagi tunduk mendekatkan diri kepada Allah dengan menampakkan, menyebarkan kabar tentang nikmat-Nya itu dan membicarakannya. Adapun membanggakan nikmat adalah menyombongkan diri di hadapan manusia, menampakkan kepada mereka bahwa ia lebih mulia dan lebih besar keutamaannya dari mereka, ia hendak menunggangi tengkuk baca merendahkan dan memperbudak hati mereka, serta memaksa mereka untuk menghormati dan melayaninya” Kitab Ar-Ruh, Ibnul Qoyyim, hal. 312.Syaikh Ibnul Utsaimin rahimahullah berkata, “Orang yang menyebutkan keta’atan amal shaleh dirinya,tidak terlepas dari dua keadaan Pendorongnya adalah ingin menyatakan dirinya suci dan menghitung-hitung amalnya di hadapan Rabbnya. Hal ini adalah perkara yang berbahaya, terkadang bisa merusak amalnya dan menggugurkannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melarang hamba-Nya dari menyatakan diri bersih suci, Dia berfirmanفَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ ۖ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَىٰ“Maka janganlah kalian mengatakan diri kalian suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa” QS. An-Najm32.Kedua, pendorongnya adalah ingin menyebutkan nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala tahadduts bin ni’mah, dan ia maksudkan hal itu sebagai wasilah agar dicontoh oleh orang-orang yang semisalnya. Ini merupakan tujuan yang terpuji karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu sebutkan” QS. Adh-Dhuha 11. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,من سن في الإسلام سنة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها إلى يوم القيامة“Barangsiapa di dalam agama Islam memberi contoh amal shalih maksudnya yang pertama dalam mengamalkan suatu amal shalih dan manusia mencontohnya, maka dia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sampai hari Kiamat” Nur alad Darb 30/12. Kesimpulan Catatan Kesimpulan Jika seorang hamba menyebutkan nikmat Allah termasuk di dalamnya nikmat amal sholeh sesuai dengan yang disyari’atkan,lalu manusia memujinya sehingga ia terkesan/senang dengan pujian tersebut,namun dalam hatinya tidak ada keinginan riya`memperlihatkan ibadah agar dipuji manusia dan sum’ah memperdengarkan suara dalam beribadah agar dipuji manusia,maka itu termasuk kabar gembira yang disegerakan bagi seorang yang dinamakan kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mukmin bentuknya adalah seorang mukmin melakukan amal shalih dengan mengharap pahala Allah ikhlas lalu Allah jadikan manusia mengetahui, menyenangi dan memujinya, tanpa ada niat sengaja memamerkan amal shalihnya dan tanpa ada niat sengaja mencari pujian manusia, lalu ia senang dan terkesan dengan pujian Abi Dzar –radhiallahu anhu– berkata, قيل يا رسول الله، أرأيت الرجل يعمل العمل من الخير، ويحمَده – أو يحبه – الناس عليه؟ قال تلك عاجل بشرى المؤمن رواه مسلم.“Ada yang berkata, Wahai Rasulullah, bagaimana pandangan Anda seseorang yang beramal dengan suatu amal kebaikan, lalu manusia memujinya atau mencintainya? Beliau bersabda Itu adalah kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mukmin” Diriwayatkan oleh Imam Perlu diketahui, bahwa orang yang menyebutkan nikmat Allah tahadduts bin ni’mah dengan tanpa ada niat riya` dan sum’ah, maka bukanlah termasuk kedalam kategori “sikap sengaja menampakkan jenis yang tercela”, bahkan hal itu termasuk “sikap menampakkan jenis yang terpuji”, asal sesuai dengan yang A’lam.Diolah dari dan —Penulis Ust. Sa’id Abu UkkasyahArtikel
.
berikut ini adalah macam macam nikmat allah kecuali